Review Novel Haruki Murakami: A Wild Sheep Chase

Foto novel A Wild Sheep Chase terbitan Vintage Books, New York
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

        Jika mengikuti "The Trilogy of the Rat", maka A Wild Sheep Chase merupakan novel urutan terakhir. Tapi dalam resensi ini, mari kita anggap ia sebagai novel tersendiri, terpisah dari dua lainnya. Novel ini bisa dilihat dari berbagai perspektif. Mengandung mitos, fantasi, cerita detektif, mungkin juga filosofi. Sedikitnya, saya jelaskan berdasarkan pembacaan dan pemahaman saya.


Tokoh Tanpa Nama

        Ini adalah novel Haruki Murakami kedua yang saya baca, setelah Norwegian Wood. Ketika baru memulai novel ini, saya merasa seperti membaca Norwegian Wood. Rasanya de javu, apakah itu Toru dalam Norwegian Wood ataukah tokoh "Aku" dalam A Wild Sheep Chase yang bercerita. Mungkin itu memang khas Murakami dalam membuka cerita.

       Novel ini tidak memiliki tokoh dengan nama yang mencolok. Haruki Murakami mengulur cerita dengan perantaraan tokoh "Aku" yang tidak pernah disebutkan namanya. Tokoh "Aku" bisa terlihat familiar, biasa saja seperti kebanyakan orang, bahkan bisa terlihat anonim dan misterius. Ia bekerja di sebuah agensi perikalanan kecil, tipikal pekerja kota pada umumnya (duniawi, berulang, realistis). Kepribadiannya tampak sangat modern, ia tidak pernah menunjukkan perasaannya bahkan ketika menceritakan perceraian dengan mantan istrinya dan kematian "teman" tidurnya semasa kuliah.

        Latar belakang keluarganya tidak diceritakan, ia hanya memiliki ikatan dengan sangat sedikit orang: teman lamanya, Rat dan J; perempuan dengan telinga yang indah; dan rekan kerjanya seorang peminum berat. Ia tidak merasa dirinya "biasa saja" seperti kebanyakan orang (normal people or regular people). Ia seperti menyembunyikan karakter khasnya. Sebagaimana desain Haruki Murakami yang sengaja membuatnya begitu supaya bisa "relate" dengan banyak orang.

        Tokoh Aku mengantarkan cerita pada tiga tokoh yang terhubung dengan domba. Dibandingkan dengan ketiga tokoh itu (akan dijelaskan nanti), tokoh Aku adalah kebalikannya. Ia tidak memiliki ambisi, hidupnya teratur. Kehidupannya berotasi antara memasak, makan, merokok, minum bir, bepergian dengan kereta, bercinta, dan tidur. Santai, lurus dan berulang tanpa pencapaian besar.

        Jika membaca hingga akhir, maka akan terlihat tokoh Aku tidak memiliki pengaruh besar dalam keseluruhan cerita. Ia seolah menjadi kurir dari peristiwa satu ke peristiwa berikutnya, dari tokoh satu ke lainnya. Pada bagian akhir, ia bahkan terputus dari koneksinya dengan dunia. Dan itu tidak mempengaruhi jalan cerita.


Animisme dan Surealisme

        Separuh buku pertama saya rasa sangat "biasa". Narasi tentang keindahan telinga perempuan yang menjadi teman tidurnya itu seolah menjadi penyegar pada bagian awal. Telinga perempuan itu seolah memiliki kekuatan yang bisa menjadi penuntun dan mampu "berbicara" kepada pemiliknya pada keadaan tertentu. Seperti indra keenam.

         Plot menjadi menarik ketika tokoh Aku, dihadapkan pada pilihan untuk mencari domba dengan tanda bintang di punggungnya atau bisnisnya akan hancur. Meskipun mendapat tawaran uang, tokoh "Aku" mulanya tidak ingin berangkat. Ia tidak merasa berkepentingan. Tapi dengan bujukan si perempuan, ia akhirnya bersiap memulai pencarian. Sebelum meningglkan Tokyo, ia mengundurkan diri dari agensi periklanannya karena tidak ingin rekan kerjanya terlibat dan kesusahan. Pada hakikatnya, tokoh "Aku" tetap tidak memiliki ambisi apapun, maka ia merelakan semua yang dimilikinya di Tokyo.

        Haruki Murakami juga memasukkan unsur animisme Jepang. Yakni pada telinga perempuan itu. Telinga itu digambarkan memiliki kekuatannya sendiri, terpisah dari tubuh si perempuan. Si perempuan, selain seorang proofreader paruh waktu dan wanita panggilan, juga seorang model foto telinga. Bahkan, dalam pencarian domba ke Hokkaido, telinga perempuan "menunjukkan" kepada si perempuan dan tokoh "Aku" untuk menginap di The Dolphin Hotel. Dan memang ternyata hotel itulah yang membuka jalan pencarian mereka, bertemu Profesor Domba (The Sheep Professor).

        Selanjutnya, Haruki Murakami menggambarkan dunia yang surealis. Menurut pengakuannya pada sebuah wawancara tahun 1991, ia memang berusaha membebaskan diri dari sastra Jepang yang mainstream. Ia mencoba gaya yang tidak biasa bagi orang-orang Jepang. Ia menyingkirkan gambaran stereotip Jepang: kuil eksotik; kimono sutra; gunung Fuji menjulang; bunga Sakura yang cantik; upacara minum teh; geisha dengan pupurnya.

        Tanpa bunga Sakura dan kuil-kuil, Haruki Murakami "menciptakan" dunia dalam A Wild Sheep Chase menjadi tempat aneh dan ajaib. Dengan tokoh-tokoh individual yang terasing dan kosong. Gaya penulisannya sangat dipengaruhi budaya pop Barat, khususnya Amerika. Di antaranya yang baru dalam panorama literatur Jepang ialah minum bir, merokok, bercinta yang dijelaskan gamblang dan berulang.


Benang Merah: Domba dan Ambisi

        Ada tiga karakter yang sejarah hidupnya diceritakan secara singkat: Si Bos (The Boss), Profesor Domba (The Sheep Professor), dan pemuda Ainu (Ainu youth, penduduk asli Hokkaido). Ketiganya memiliki ikatan erat dengan domba. Bos dan Profesor Domba bahkan pernah hidup dengan ruh domba supernatural dalam tubuhnya.

        Saya jelaskan sedikit hubungan ketiganya. Profesor Domba memiliki kecerdasan dan hasrat terhadap pertanian sejak kecil. Lulus dari Universitas Tokyo, bekerja di Kementerian Pertanian dan Kehutanan, hingga ia dirasuki oleh domba ketika sedang bekerja di Korea. Rumor bahwa ia memiliki ruh domba dalam dirinya menyebar. Ia kemudian dikirim kembali ke Jepang dengan membawa ruh domba dalam dirinya. Namun, domba itu meninggalkannya, ia menjadi "tanpa domba" (sheep-less). Profesor Domba percaya bahwa orang yang dirasuki domba adalah orang yang orang yang mendapat berkat dari para dewa, seperti apa yang dipercaya masyarakat di China Utara dan Mongolia. Kemudian ia memasuki fase sebagai lelaki tua yang sakit hati, terperangkap dalam obsesinya untuk menemukan kembali domba itu, seperti pertapa gila.

        Sementara itu, Si Bos mulanya seorang pemuda sayap kanan. Ia "kerasukan" domba ketika ia menjadi tahanan. Kemudian, ia muncul sebagai orang yang baru. Seorang penuh karisma, ideologi yang kuat, kecerdasan politik dan ketegasan untuk mengerahkan massa. Ia menggunakan emas dan perak yang dijarah Jepang dari Manchuria, dan membangun kerajaan bawah tanah. Ia mengontrol politik, keuangan, komunikasi massa, birokrasi, bahkan budaya. Ia juga terlibat dalam kejahatan perang dan obat-obatan terlarang.

        Dan pemuda Ainu yang tidak disebutkan namanya ini, hidup dalam periode lebih awal. Pada awal abad ke-19, dengan pengetahuan dan tenaganya, ia membantu sekelompok pemukim miskin Jepang bertahan hidup di Hokkaido. Ia dan kelompok pemukim itu mendirikan Junitaki-cho, sebuah desa baru. Junitaki-cho kemudian mendapat domba dari pemerintah untuk digembalakan. Pemuda Ainu ikut menggembalakan domba. Tanpa sepengetahuannya, wol termal yang dihasilkan dari Junitaki-cho ternyata digunakan untuk membantu tentara Jepang dalam Perang Rusia-Jepang. Junitaki-cho juga diwajibkan mengirim lima pemuda untuk ikut berperang. anak sulung pemuda Ainu menjadi salah satunya. Namun, anak tersebut terbunuh dalam perang, dan menyebabkan kesedihan pemuda Ainu. Ia mati dalam kesedihan dan kesendirian, sekaligus menandakan turunnya kehebatan desa itu.

        Menurut saya, inti dari novel ini adalah perang ekspansi Kekaisaran Jepang. Ketiga tokoh di atas saling terkoneksi dengan benang merah: domba dan ambisi. Profesor Domba dan pemuda Ainu mengalami kesedihan besar dan kehilangan karena domba. Profesor Domba dan Si Bos dikontrol oleh ambisi domba. Bedanya, Si Bos membangun kerajaan besar nan gelap, di bawah kendali domba. Pada akhirnya, Si Bos juga sekarat dan mati ketika domba itu tiada.


Domba dan Renungan Filsafat

       Domba baru diperkenalkan di Jepang pada era Meiji. Domba menjadi hewan ternak ketika Jepang mengupayakan modernisasi negaranya menjadi kebarat-baratan. Sebagai hewan yang dibawa dari luar Jepang, Haruki Murakami menggunakan domba untuk menyimbolkan ambisi besar yang berbahaya. Ia menyusun cerita untuk menunjukkan ambisi yang mengarah pada Perang Jepang. Yakni ambisi Jepang yang dipengaruhi oleh negara-negara barat. Ambisi yang terwujud dalam rupa perang yang membawa kesedihan dan kehilangan bagi rakyat kecilnya.

Ilustrasi Sheep Man dalam A Wild Sheep Chase
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

         Dengan apik, Haruki Murakami membungkus kegelisahan dan keterasingan yang dirasakan individu Jepang di zaman modern dalam karakter tokoh-tokohnya. Sheep Man yang muncul pada bagian akhir, juga menjadi salah satu medianya. Menurut pengakuan Sheep Man, ia melarikan diri ke pegunungan untuk menghindari peperangan.

    "Ididn'twanttogoofftowar." (halaman 312)

        Sheep Man hadir dalam bentuk manusia yang menggunakan kostum domba daru ujung kepala hingga ujung kaki. Dalam novel ini, Sheep Man adalah The Rat yang meminjam wujud si domba, separuh manusia, separuh domba. Tampaknya, Haruki Murakami menyatukan karakter manusia dan domba dalam Sheep Man untuk menunjukkan sisi kemanusiaan dan kelemahannya. Ia tidak menggunakan Centaur (dalam mitologi Yunani) yang ganas dan bijaksana, melainkan domba yang cenderung jinak dengan digembalakan dan hidup dalam gerombolan. Ia bermain dengan gagasan bahwa spesies campuran, identitas ganda dapat menguatkan dan melemahkan seseorang.

        Dalam cerita ini, tokoh yang terakhir dirasuki domba ialah tokoh The Rat yang diceritakan sudah mati, sempat mengobrol dengan tokoh "Aku". Sedikit heroik, ia menggantung dirinya pada malam hari, ketika ruh domba dalam tubuhnya sudah terttidur. Alasannya, ia tahu bahwa domba dalam tubuhnya memiliki ambisi besar yang tidak baik, dan ia ingin mengakhirinya. Meskipun harus dibayar dengan nyawa, The Rat tetap melakukannya. Ia tidak sependapat dengan domba dalam tubuhnya. 

        Sikap The Rat mengingatkan saya pada filsafat Stoik yang membenarkan tindakan bunuh diri ketika seseorang bertentangan pendapat dengan penguasa. Filsafat Stoik menempatkan rasio, jiwa, lebih tinggi daripada tubuh manusia yang tidak berbeda dengan binatang. Mungkin dengan begitu, The Rat berhasil membebaskan dirinya dari nafsu duniawi dan mencapai ketenangan batin.

        Terakhir, saya akan meringkas cerita dalam dua kalimat. Secara sederhana, novel ini menceritakan orang jahat dan orang tragis yang mewakili ambisi, ekspansi imperialis, dan perang. Sebaliknya dan seperti pada umumnya, orang baik hanya berusaha menghindari kekacuan yang ada dan hanya menginginkan hidup yang lurus dan biasa saja.


        Kalau kamu punya sudut pandang lain, boleh diskusi di kolom komentar. :)


Comments