Kisah Kasih Natuna, Mutiara di Ujung Utara (KKN-PPM UGM di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau)

"Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Wuhan, Hubei, China melakukan senam bersama prajurit TNI pada hari kesembilan di Hanggar Pangkalan Udara TNI AU Raden Sadjad, Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Senin (10/2/2020). Menurut Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Plt Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani, 238 orang WNI yang telah selesai menjalani masa observasi selama 14 hari akan dipantau kondisi kesehatannya saat tiba di daerah asalnya." *

Ekhm. Tulisan ini bukan tentang karantina WNI dari Wuhan di Natuna. Tidak ada tendensi menyalahkan atau menyinggung siapapun dalam tulisan ini. 

Tim Pengusul KKN-PPM UGM 2019

Saya mau berbagi secuil kenangan KKN-PPM UGM 2019 Periode Juni-Agustus, Unit KR-018, dari sudut pandang saya (sangat) pribadi. Tepatnya di Desa Kelarik dan Desa Kelarik Utara, Kecamatan Bunguran Utara, Kabupaten Natuna.

Lain dari kebanyakan formasi KKN universitas-universitas  di Indonesia, UGM merancang satu unit (tim) terdiri atas max. 30 mahasiswa/i. Unit tersebut dibagi tugas ke dua desa, dengan tiap desa terdiri dari dua sub-unit. Koordinator unit (Kormanit) membawahi empat koordinator sub-unit (Kormasit), sekaligus bertanggung jawab kepada Dewan Pembina Lapangan (DPL). 

Tim kami termasuk Tim Pengusul, membuat proposal untuk diadakan KKN di lokasi tertentu, lengkap dengan tema, proker, dan estimasi anggaran yang dibutuhkan. Sebagai bagian dari delapan anggota pengusul, saya tahu pusing dan repotnya mempersiapkan tema, mencari DPL, menyusun proker, mengadakan perekrutan anggota, dll. 

Kalau diibaratkan bayi dalam kandungan, sejak tim terbentuk pertama kali hingga berangkat ke lokasi KKN, bayi itu lahir ke dunia dalan hitungan normal (9 bulan). Bosen gak tuh ngurusin tim sebegitu lama? Hehe.


KKN di Luar Pulau Jawa?


Kenapa pilih Natuna? Jauh banget.
Ada apa sih di Natuna?
Ngapain ke Natuna, itu kan daerah konflik??!

Itu beberapa reaksi orang terdekat ketika saya bilang akan KKN di Natuna. Bahkan ada juga yang nanya "Oh Natuna. Eh Natuna itu di sebelah mananya Bima?" XD
(Bima kan ada di hatiku. Hahaha, buat yang ngerti aja)

Alasan dan penjelasan teknis KKN akan saya ceritakan di tulisan berikutnya. 

Sebelum saya dengar dari mulut orang lain, pertanyaan-pertanyaan di atas lebih dulu saya lontarkan ke diri sendiri. 
Natuna yang terdengar asing, di mana letaknya? 
Seperti apa budaya orang-orangnya? 
Akhirnya karena tuntutan sebagai pengusul, saya searching lokasi geografis, mata pencaharian penduduk, budaya khas dan sekilas sejarah Natuna. 

Sedikit-sedikit, saya punya bayangan seperti apa orang Natuna. Sambil terus mencari materi untuk program kerja, di bulan Februari 2019 justru timbul rasa takut dan ragu. Tapi sudah kepalang basah, saya tidak bisa mengundurkan diri tanpa alasan masuk akal. 

Meskipun semangat saya naik-turun cukup drastis, saya tetap memperhatikan perkembangan tim dan teman-teman secara personal. Saya bukan orang yang karismatik, apalagi punya aura untuk menarik perhatian dan mendominasi perbincangan. Justru saya tidak akan menonjolkan diri di kerumunan banyak orang. Lah kok jadi curhat.

Seperti mengisi air di botol dari gallon. Kamu pasti kepengen mempersingkat prosesnya, baik, inilah.
Apasih.


Sabtu, 29 Juni 2019.

Tim kami mendarat di Ranai sekitar pukul 2 siang waktu setempat. Bandara yang kecil langsung terasa penuh sesak dengan kumpulan mahasiswa/i berjaket Tosca. Koper-koper dan kardus-kardus dikeluarkan dari bagasi. 
Ayo caro aku yang mana hehe. Gaya nggak pernah bener, ketauan deh.

Usai berfoto di samping pesawat, kami disambut hangat oleh seorang berbaju putih, dengan topi di kepalanya. Beliau langsung mengenali kami, rombongan KKN dari UGM. Memperkenalkan diri, ternyata alumni UGM yang bekerja di … Natuna (sayangnya saya lupa). Bertemu keluarga, Pak Wahdan sumringah, menceritakan kesan selama perjalanan.

Setelah menyapa alumni itu (maaf saya lupa namanya), saya menyingkir, duduk bersandar di dinding. Kepanasan. Membatin, salah kostum ke Natuna pakai hoodie, harusnya pakai kemeja tipis saja, sambil menunggui koper-koper lain.

Ternyata di pintu keluar bandara sudah disiapkan empat (atau lima saya lupa) mobil untuk menjemput kami. Kami benar-benar dianggap keluarga, diajak menikmati pantai Jelita Sejuba dan Alif Stone Park di sore yang cerah. 

Sayangnya saya jarang mengeluarkan hp untuk sekadar mengabadikan momen yang apik. Ketika temen-temen asik berfoto di Alif Stone Park yang estetik itu, saya malah memperhatikan mereka. 

Toh saya punya perangkat terhebat dibanding camera sekian megapixel. Memotret dengan lensa ciptaan Tuhan, tak tertandingi, tak menipu. Menyimpannya dalam memori pribadi, tak bisa disalin apalagi dibagikan ke perangkat lain.

Perjalanan dua hari yang melelahkan terbayar dengan jamuan nasi kotak dari Pak Camat, dibumbui obrolan ringan, dihiasi pantulan cahaya matahari di laut. 

Kami masih belum diantar ke penginapan sementara, justru diajak ke pantai yang lagi hits saat itu, namanya Jelita Sejuba. Berfoto, solat ashar, jajan, istirahat (ada yang tidur). Di momen-momen begini, saya menyingkir dari pusat pemandangan, menyingkir, mencari sudut terluas untuk memantau semua kegiatan teman-teman. 

Di panggung, Pak Camat, Pak Wahdan dkk memanggil kami dengan pengeras suara. Mengajak kami, mahasiswa/i KKN untuk bergabung, menyanyi bersama para birokrat kecil Natuna. Awalnya kami masih merasa canggung, sifat ke-jawa-an kami muncul, nggak enak, segan, malu, jaga image dll. Kalau saya laki-laki, saat itu juga saya akan menarik asal teman yang berada di dekat saya, semata untuk menghargai undangan Pak Camat yang berulang kali menyebut tim kami. 

Setelah dibujuk dan sedikit dibentak anggota tim perempuan, akhirnya Tomy, Tommy, Syarif dan Amar maju ke panggung. Di sini baru terasa perbedaan antara orang Jawa dengan orang Natuna. Natuna merupakan bagian dari kebudayaan Melayu, sifatnya terus terang, keras, tidak basa-basi, langsung ke inti. 

Pak Camat dkk sampai menghentikan musik, sembari memanggil ulang tim kami untuk bergabung di panggung, bukan basa-basi, tapi benar-benar ingin kami datang ke hadapannya, mengobrol sambil menikmati senja di pantai. Ia berusaha membaurkan diri dengan menghapus batas-batas antara orang tua dan anak, Jawa dan Melayu. 

Sementara tim kami mayoritas orang Jawa, merasa tidak perlu mendatangi panggilan tersebut, hanya melambaikan tangan dari kejauhan, enggan untuk mencampuri kegiatan orang tua. Keempat kawan kami akhirnya ikut menyumbangkan suaranya di microphone, ya, sumbang suaranya :') 

Saya tahu mereka sedikit kesulitan mengikuti playlist lagu-lagu Melayu di panggung. Tapi toh ada google, mereka bisa menemukan lagu-lagu lama keroncong atau dangdut yang tenar pada masanya.


Ganteng-gantengqu foto di Jelita Sejuba, bareng DPL, Pak Camat, dan bapak kaus putih alumni UGM.

Menjelang magrib, kami diantarkan ke Mess Bunguran Utara yang ditempuh sekitar 20 menit dari Jelita Sejuba. Terdiri atas dua bangunan, bangunan Utama (lengkap dengan dapur) diisi mas-mas, dan bangunan baru diisi mbak-mbak cantic yang ingin segera lepas kerudung. Hehe.



Ramah tamah dari keluarga Pak Izhar, Camat Bunguran Utara beserta keluarga. Sabtu malam, di Mess Bunguran Utara.



 Jalan raya di depan Mess Bunguran Utara. Minggu pagi, 30 Juni 2019, sepi kendaraan.



Di Ranai, Natuna. Foto dulu dong. Yang baju merah, Pak Izhar, Camat Bunguran Utara. Baju kuning, istrinya. Baju abu-abu, salah satu alumni UGM (kalau gak salah)



Di mess Kecamatan Bunguran Utara. Menginap semalam ketika baru tiba di Ranai. Madhang sek, lur! 



Kangen banget. Tidur beralaskan terpal dan pasir, beratapkan langit Natuna. Kami, subunit Desa Kelarik Utara, nginap semalam di Pulau Samarago, diajak Pak Kades paling baik. Niatnya lihat penyu naik ke darat dan bertelur. Sayangnya salah perhitungan cuaca. 


Program bersih-bersih pantai di hari Minggu. 

Kami babat rumput liar, munguti dan membakar sampah-sampah. Setelah itu main air pantai. Udah capek dan laper, makan deh, udah disiapkan sama ibu-ibu desa. Senangnya! Berasa piknik sedesa. Ini foto sama Parida dan Wulan, yang masih kontak sama aku.



Ini kelompok tari anak-anak SD 003 Kelarik Utara. Gemes banget.


Salah satu program kerja ngajari guru-guru TK di Kelarik supaya terbiasa dan paham menggunakan Ms. Word. Hal yang menurut kami, mahasiswa, sepele, jadi pengetahuan baru untuk guru-guru TK di Kelarik yang belum terbiasa dengan komputer.



Sekian hari di pondokan tercinta, ketika baru selesai pasang banner. Pondokan yang sering ribut, tapi gak pernah berantem kok:) Ini ciwi-ciwi pada mau berangkat ke kantor Desa yang jaraknya cuma 150 meter.


Full subunit Kelarik Utara hadir semua di acara yang diselenggarakan kantor Desa Kelarik Utara. Bagian paling menyenangkan adalah snack:)



MASKUA, dengan latar belakang halaman depan pondokan.


Merancang kegiatan di perpustakaan Desa Kelarik. 

Suatu sore, aku ikut proker di perpustakaan Desa Kelarik. Kami mencoba menghidupkan perpustakaan Desa Kelarik dan mengadakan kegiatan untuk anak-anak di sore hari. Sayangnya, Desa Kelarik Utara tempatku belum memiliki bangunan perpustakaan sendiri.


Membantu warga mengerjakan tugas sekolah di rumahnya.

Panggilan sore-malam. Aku dan Nofita sering dipanggil ke rumah Wulan untuk bantu dia dan tetangganya belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Kadang kami nginap di sana, dan kembali ke pondokan esok paginya setelah sarapan hehe.


Persiapan proker puncak, penampilan seni dan budaya, stand-stand kesehatan dan pertanian, dan tentunya stand jajanan!



"Sarah, foto dulu," kata abang-abang pegawai kantor Desa. Itu hari perpulangan kami.


Perjumpaan membawa perpisahan. Kita tidak akan selalu bersama. Ketika kita bertemu, maka esok hari kita akan berpisah.

KKN ini mengajarkanku banyak hal. Aku yang masih buta emosi, pelan-pelan merasakan dan mengamati emosiku sendiri. Aku juga belajar sabar, meskipun kadang-kadang masih ada kesel dan sebelnya dalam hati hehe.

Adaptasi dan mengenal masyarakat Melayu yang baru kutemui. Kesopanan dan kebiasaan masyarakatnya. Bahasa dan budayanya. Kekurangan dan kelebihan daerahnya. 

Aku selalu mendoakan orang-orang di sana sehat selalu, dan terus dilibatkan dalam proses pembangunan pemerintah. 



*Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rencana Pemulangan 238 Warga dari Natuna dan Koordinasi Pemerintah ", https://nasional.kompas.com/read/2020/02/11/08380871/rencana-pemulangan-238-warga-dari-natuna-dan-koordinasi-pemerintah?page=all.
Penulis : Dian Erika Nugraheny
Editor : Diamanty MeilianaSejumlah 


*tulisan ini ditulis 12 Februari 2020, tapi terpendam di draft*

Comments